Aku
Iraha, aku bekerja bersama ayahku, namanya pak Rei. Di perusahaan Farmasi yaitu
PT. Alfabet Labs, aku berkerja sebagai Analis di salah satu laboratorium
perusahaan tersebut. Belum seminggu aku bekerja disana, aku sudah berbuat ulah,
membuat ledakan yang luar biasa di laboratorium. Aku tak ingin ayah
mengetahuinya.
Baca cerita
sebelumnya di [Penyedap Rasa : Bekerja Bersama Ayah #1] dan di [Penyedap Rasa :Kacau Balau Bro !! #2]
Sebelumnya di
[Penyedap Rasa]
Kejadian itu membuat aku terkuras. lebih dari hari apapun.
Aku berbaring. lebih baik tidur saja.
Tiba-tiba, ketukan pintu membuatku terbangun.
aku berjalan menghampiri pintu dengan malas.
"sebentar"
ketika aku buka, ternyata yang ada dihadapanku adalah pak Rei.
"Lah, ayah?, Tumben sekali kemari?"
tanpa menjawab pertanyaanku, ayahku malah bertanya.
“sudah makan
belum?”
“belum yah, malas”
“kita makan
diluar saja, nak. Ganti bajumu. Ada yang mau ayah bicarakan penting sama kamu”
Aku langsung
berpikiran aneh-aneh, dan pasti ini tentang kejadian di Laboratorium. Aku bergegas
mengganti pakaianku, sedangkan ayahku menunggu di luar. Di mobilnya.
Tanpa aku
ketahui, ternyata ayah membawa temannya, terlihat dari jauh seorang wanita. Teman
dekat mungkin. Ya, memang ayahku telah ditinggal lama oleh ibuku juga, yang 3
tahun lalu meninggal dunia karena sakit jantung.
Aku berjalan
menyusuri gang, karena kosanku agak sedikit kedalam dari jalan raya, tapi mobil
ayah masih terlihat.
Aku buka pintu
mobil ayah, dan betapa kagetnya aku menemui kenyataan, wanita yang ayah ajak
adalah Ibu Sri. Ya, ibu Sri adalah menagerku di Laboratorium tempat aku
bekerja. Whaaatttttttt !!!!!!
Rasanya inginku
kembali ke kosan dan tidur kembali, ingin rasanya ku berakting bahwa aku bukan
anak dari Pak Rei, sehingga aku tetap punya muka dihadapan ibu Sri.
Sebelum aku duduk.
“Aaaaa........” aku
berusaha memulai pembicaraan
“Oh iya, bu Sri,
ini kenalkan Iraha, Anak didik saya. Eh, seharusnya kan memang udah kenal kan
iraha, dan bu Sri juga.” Jelas ayahku
Huhhhh......
untung pikirku
“ Iya, iraha apa
kabar? Gimana kerjaan di Lab-nya. Maaf tadi ibu gak ke Lab karena banyak urusan
di luar” ibu Sri tersenyum.
Lah, apa ibu Sri
ini belum tau kejadian tadi siang? Pikirku
Aku pura-pura
diam saja atau bagaimana ini?
“ini bu Sri,
sekalian mau pulang, tapi suaminya tak bisa menjemput, jadi aaaa.....aaaaayy.....eh...
Bapa maksudnya, mengantarnya, karena searah ke tempat kita berdua akan makan. Lagian
kasian kan kalo malem-malem gini pulang sendiri” Jelaskan ayahku sekali lagi. Ibu
Sri yang duduk di belakang mengiyakan dengan anggukkannya.
“iya, pak. Bu
Sri, Maaf bu, sebenarnya ada yang terjadi di laboratorium siang ini, kejadian
yang luar biasa menghebohkan. Apa ibu belum dapat kabar dari pekerja lain?”
“apa yah? Ibu belum
tau”
Lah, terpaksa
aku menjelaskan detailnya. Aku jelaskan dari awal kejadian hingga terjadi
ledakan di Laboratorium tersebut, hingga aku membela diri karena itu sesuai
prosedur, tapi ada keselah dari alatnya.
Ayahku terdiam
dan Ibu Sri juga, sepersekian detik.
“Oh itu, ibu
sudah dengar, yang penting sekarang semua baik-baik saja, termasuk, siapa?? Yang
terkena pecahan itu, iya Rasty. Sekarang udah baik-baik saja.”
“Tadi juga ibu
dan pak Rei sudah menjenguk Rasty dan cek Laboratorium. Kita malah tidak tau
itu karena kamu. yang penting sekarang adalah ketelitian kamu saat kerja, tak
perlu saling menyalahkan.”
“iya, iraha. Yang
penting kamu dan teman-teman baik-baik saja. Laboratorium wajar ada yang pecah,
yang penting SDM-nya baik-baik saja” jelas ayah menenangkan aku, yang saat itu
sangat tegang menunggu kemungkinan jawaban mereka
“Besok, kamu
keruangan ibu yah.”
“Siap bu. Sekali
lagi saya mohon maaf atas kesalahan yang saya perbuat, kelalaian saya yang
membuat celaka orang lain.”
Tak terasa,
sudah sampai di depan rumah ibu Sri. Suaminya membukakan pagar dan menyambut bu
Sri dengan mesranya. Kami berdua kemudian langsung pergi setelah itu pula.
Aku terdiam. Begitu
lama.
Waktu telah
menunjukkan jam 8 malam.
“kita makan di
sini saja yah?”tanya ayahku sambil menunjuk sate di pinggir jalan.
“terserah ayah”
ketenanganku mendengar percakapan tadi dari ibu Sri, buyar dengan pikiran ku
berikutnya, tentang bagaimana ayahku menyikapi kejadian itu, dan tau bahwa aku
adalah penyebabnya.
“santai aja
iraha, nikmatilah hidup ini” ayahku berusaha membuyarkan pikiranku saat itu.
Duduk santai,
dan terdengar suara motor lalu lalang. Kami berdua menikmati asap dari kipasan
abang tukang sate, membuat perut semakin terasa ingin diisi lebih cepat.
“cerita kalo
kamu ada masalah, jangan selalu diam begini” ayahku mencoba memulai
pembincaraan
“kamu,
satu-satunya yang keluarga yang ayah miliki sekarang, setelah adik dan ibumu
pergi”
“dulu, ayah
pernah kehilangan ibu kandung ayah, dan rasanya sedih sekali. Diumur ayah yang
hanya 10 tahun ayah terpisah dari ibu kandung ayah sendiri, padahal beliau
masih ada dan ayah malah di rawat oleh ibu tiri ayah. Itu berat dan ayah merasa
bersalah sekali tidak bisa bertemu ibu ayah sendiri”
“Sekarang, kamu
mencoba mandiri, mencoba menjadi diri kamu sendiri, tapi terkadang ayah
kesepian di rumah sendiri. Banyak pekerjaan yang ayah kerjakan, terkadang penat
dan menyebalkan. Tapi itulah hidup. Ayah nikmati”
“ayah
ingin kamu tau, kalau ayah khawatir atas apa yang terjadi sama kamu hari ini. Ayah
tau beban dan rasa bersalahmu sangat tinggi. Tapi sudahlah ini telah terjadi. Ayah
bukan tipe yang bisa membuat kamu semangat, atau bisa buat kamu bahagia dengan kehidupan
yang ayah beri”
Aku
terdiam mendengar kata-kata yang ayah ucapkan, aku tertunduk. Mengingat masa-masa
sulit saat ibu dan adikku pergi dalam waktu yang kurang lebih berdekatan. Masa dimana
aku tidak ingin alami lagi. Terkadang, aku ingin sekali pulang kerumah dan
hidup berdua dengan ayah. Tapi, terkadang pula, ayah lupa kalau aku ada dan
lebih memilih pekerjaannya. Masalah hidupku mungkin belum ada apa-apannya
dibandingkan dengan masalah hidup ayahku ini. Jujur, aku belum tahu cerita ayah
yang pernah ditinggal oleh ibunya (nenekku), dan sekarang aku baru tau, dan
penasaran ingin aku tanyakan. Tapi, aku urungkan dan lebih memilih untuk
membahas yang lain.
Tanpa
terasa mataku berkaca-kaca dan meneteskan air mata, aku tetap tertunduk ketika
ku menjelaskan masalah yang telah aku alami, aku terlalu dalam memikirkan
hal-hal lain, meskipun sebenarnya tak perlu. aku lemah dan tak bisa mengontrol
emosi saat dihadapkan dengan masalah sekecil ini. Aku dinasehati dengan segala
solusi yang ayah beri, meski terkadang sepertinya kau bisa melewatinya. Aku berterima
kasih telah diberikan ayah seperti ini. Terkadang cuek, aneh dan pengertian.
Curahan
Hati (Curhat) dari seorang ayah ke anaknya dan anak ke ayahnya terjadi begitu
saja, sampai tak terasa malam semakin dalam.
“Besok
ayah ke Luar kota, kamu kerja yang bener lah, jangan cari sensasi mulu, hahahahahah”
“aaaaaaaahhh,
cari sensasi lagi.. engga lah, niat banget ampe segitunya”
“masalah
itu bukan apa-apa, karena itu adalah bagian dari hidup kamu juga” ayahku sok
bijak.
...............................................................................................................................
Keesokan
harinya,
“raha,
kemarin malem, lu bukan sih, di tukang sate depan ind*mart sama bapa ganteng
yang punya perusahaan ini, pak rei itu?” tanya seorang wanita, yang kalo gak
salah namanya ina depan lokerku.
“haah”
aku kaget dan gak tau harus bilang apa
Ya,
ayahku (Pak Rei) memang pemilik dan Direktur utama dari PT. Alfabet Labs, aku
gak mungkin mengakuinya kepada teman-teman atau para pekerja lain, karena aku
pasti akan diperlakukan sangat-sangat berbeda.
Alasan
apa yang harus aku buat (lagi), karena aku sadar, ina pasti akan mencurigai
setidaknya hubunganku dengan pak rei itu seperti apa.
“lu,
apa jangan-jangan anaknya pak Rei yah?” Ina berusaha menebak-nebak
“Bukan,
sueer” aku sedikit gagap menanggapinya
“Lagian
kalo bener juga gapapa, gue gak akan bilang siapa-siapa? Paling gue cuma bisikin
ke sinta. hahhahahahaha”
Nah,
setauku sinta adalah orang yang dijuluki ratu gosip di departemen ku, bisa
kacau ini.
Saat
ina dan aku sedang berbicara, aku dikagetkan dengan terikan Neto (teman satu
Lab ku)
“Raha,
lu dipanggil satpam noh, gatau deh. Di depan ada pak Rei juga soalnya. Jangan-jangan
gara-gara kejadian kemarin yah...” neto yang sedikit mengumam.
“Tengkyu,
to” aku bergegas ke pos satpam depan. Berjalan dan melewati beberapa karyawan
yang baru datang.
“rahaaaaaa,
sini” dari kejauhan terlihat ayah memanggilku.
Ada
apa lagi ini? pikirku.
---Bersambung
ke #4
Comments
Post a Comment